Sabtu, 03 Desember 2011

“TEROR DAN TERORISME BUKAN PENGERTIAN JIHAD MENURUT PANDANGAN DAN AJARAN ISLAM”

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.        Latar belakang masalah
         Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajaranya, alqur’an dan hadist tampak ideal dan agung. Di dalam Al-qur’an dan Hadist Allah memerintahkan berjihad untuk menegakkan syariat Islam sebagaimana yang telah di lakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Namun Allah juga memerintahkan untuk saling mengasihi dan menghormati antar umat beragama.
         Dan seiring berkembangnya zaman,seperti sekarang ini, kata jihad juga sering diiringi dan diikuti dengan kata-kata Teror dan Terorisme. Kata terror sendiri juga dikenal dengan sebutan “Le Terreur” yang berasal dari bahasa Francis. Kata tersebut semula hanya dipergunakan untuk menyebut tindakan pemerintah hasil revolusi francis yang mempergunakan kekerasan secara brutal dan berlebihan dengan cara memenggal 40.000 orang yang dituduh melakukan kegiatan banti pemerintah.
         Selanjutnya kata terorisme digunakan untuk menyebut gerakan kekerasan anti pemerintah dirusia. Maka secara tak langsung kata terorisme sejak awal dipergunakan untuk menyebut tindakan kekerasan oleh pemerintah maupun kegiatan yang anti pemerintah. Terorisme berkembang sejak berabad lampau.
         Asalnya terorisme hanya berupa kejahatan murni seperti pembunuhan dan ancaman yang berjuan untuk mencapai tujuan tertentu. Perkembangannya bermula dalam bentuk fanatisme aliran kepercayaan yang kemudian berubah menjadi pembunuhan, baik yang dilakukann dengan cara perorangan maupun oleh suatu kelompok terhadap penguasa yang dianggap sebagai pelakunya. Pembunuhan terhadap individu ini sudah dapat dikatakan sebagai bentuk murni dari terorisme. Sebagai bagian dari fenomena social, terorisme jelas berkembang seiring dengan perkembangan peradaban manusia.
         Cara-cara yang digunakan untuk melakukan kekerasan dan ketakutan juga semakin canggih seiring dengan kemajuan teknologi modern. Proses globalisasi dan budaya massa menjadi lahan subur perkembangan terorisme. Kemudahan menciptkan ketakutan dengan teknologi tinggi dan liputan media yang luas membuat jaringan dan tindakan terror semakin mudah mencapai tujuan. Saat ini, motif terorisme lebih sering dikaitkan dengan dengan dimensimoral yang luas seperti nilai, ideology, agama, ketidakadilan tatanan dan struktur social. Namun tidak dipungkiri, bahwa sekarang ini, islam diidentifikasikan sedemikian rupa sebagai agama yang mengusung terorisme.perkembangan Islam, baik secara institusiataupun individualnya, telah mengkhawatirkan dunia internasional sedemikian rupa tanpa alas an yang jelas sama sekali. Stigma Islam yang melahirkan kekerasan terus dimunculkan setiap hari diberbagai belahan dunia. Hingga umat pun perlahan-lahan mulai percaya bahwa Islam mengusung kekerasan seperti itu, padahal tak sedikitpun agama Islam menganjurkan kekerasan.
         Dalam berperang, Islam telah mengajarkan syarat dan ketentuan seperti tidak sembarangan boleh membunuh, tidak boleh merusak pepohonan, tidak boleh berlebihan, dan sebagainya. Beberapa bulan terakhir ditengah berkecamuknya suasana politik negri ini terkait dengan kasus bail-out bank century, kita kembali disuguhi berita perburuan teroris di pamulang dan Aceh. Dimana teroris di Aceh sekarang ini telah menjadi perbincangan hangat. Di media massa seperti Koran, televise dan lain-lain memuat berita tersebut. Teroris di Aceh ini diduga kuat adalah jaringan Al-Qaeda.
         Seperti yang dikatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seakan ingin memastikan, keberadaan pemimpin teroris di provinsi Nanggroe Aceh Darussalam bukanlah asli orang Aceh. Presiden juga merasa yakin, apa yang terjadi di Aceh diindikasikan ada unsure Terorisnya. Padahal belum lepas dari ingatan kita, berita terorisme terkait dengan kejadian bom di Hotel Ritz Carlton dan JW Marriot pada tanggal 17 Juli 2009 yang lalu tidak hanya membuat sibuk pengamat social, politik, keamanan, dan budaya tetapi juga para insan Olahraga karena Tim Kesayangannya , klub sepak bola kelas dunia MU (Manchester United) gagal ‘merumput’di Gelora Bung Karno. Sejak kejadian WTC 9 September itu, dunia pun mulai menyatakan perang terhadap teroris, SAY NO TO TERORIS. Slogan-slogan tersebut terus dijejalkan pada masyarakat dan tak lama kemudian dimulailah ‘operasi pembersihan’ di Negara-negara yang dituduh sebagai ‘pabrik’ teroris, seperti Irak dan Afganistan (yang mana keduanya merupakan Negara muslim).
         Meskipun pada perkembangan selanjutnya, banyak para ahli yang mulai curiga bahwa ada yang salah dalam cerita tragedy kemanusiaan itu namun masih lebih banyak yang tidak mau mencermati sejarah sehingga dengan mudah mereka menggunakan istilah teroris dan mengaitkannya dengan gerakan Islam Radikal, militant, fundaentalis, atau garis keras seperti halnya yang digembar-gemborkan pihak Barat. Hal ini membuat banyak kalangan kebingungan siapa sebenarnyayang teroris itu. Penelitian ini tentu tidaklah cukup refresentatif untuk menjawab pertanyaan itu. Tapi paling tidak bisa memberikan sedikit gambaran bahwa terorisme pada dasarnya adalah sebuah ideology komunitas tertentu yang melakukan aksi bom bunuh diri sebagai sarana untuk menyampaikan Pesan anti Amerika dengan mengatasnamakan agama.
         Hal ini tentunya menodai citra Islam sebagai agama yang mengajarkan keselamatan dan kedamaian, agama yang rahmatan lil alamin yang semua aspek ajarannya jika difahami dan di aplikasikan secara intergral dalam kehidupan sehari-hari akan melahirkan pribadi yang mulia, secara pribadi maupun social. Karena Islam tidak mengenal konsep JIHAD dengan makna membunuh ketika berada dalam situasi damai dan ketentraman. JIHAD itu maknanya adalah berjuang dalam dimensi yang luas, yakni bisa bermakna memperbaiki nasib rakyat, bersedekah, mendirikan sarana pendidikan, mengayomi masyarakat dan berbagai kebajikan lainnya. Kalau kemudian  JIHAD diartikan hanya berperang, itu sudah keliru dan akan melahirkan kekeliruan selanjutnya.
         Pertanyaan yang selanjutnya juga sering muncul adalah mengapa pelaku bom bunuh diri tesebut yang sering disebut teroris, notabene adalah seorang muslim yang baik, sholeh rajin sholat, taat menjalankan perintah agama, tidak pernah berbuat onar di masyarakat dan menguasai berbagai pengetahuan termasuk ilmu agama. Untuk menilai kepribadian sesorang tidak hamya bisa dilihat dari satu factor saja. Sangat kompleks permasalahannya karena manusia adalah makhluk yang dinamis. Bisa jadi ketaatan beragamanya yang perlu dipertanyakan karena secara umum masyarakat Indonesia hanya taat dalam hal ritual saja tanpa penghayatan makna yang mendalam dibalik semua ajaran agama yang dilakukannya.
         Dan banyak juga ini terjadi karena perngaruh lingkungan dan pergaulan. Terlebih jika dikaitkan dengan kecendrungan usia remaja (13-18 tahun) dimana keterkaitan terhadap kelompok pergaulan lebih dominan ketimbang terhadap keluarga. Oleh karena itu, untuk mengetahui bagaimana kepribadian para teroris itu terbentuk perlu adanya pendekatan khusus. Masyarakat dan pemerintah haruslah melakukan kajian psikologis dan psikoanalisa jika ada pelaku-pelaku yang tertangkap.
         Dan sebagai antisipasi, perlu adanya konseling dan pendidikan yang lebih baik lagi bagi keluarga-keluarga teroris yang mempunyai potensi menjadi teroris juga. Bentengi diri dan keluarga kita dengan memupuk dan mengembangkan nilai-nilai keagamaan dalam keluarga sebagai lingkungan terdekat yang membentuk dan mempengaruhi pribadi dan budi pekerti sesorang. Dan tak kalah penting adalah selektif dalam memilih teman atau lingkungan.  Dengan alasan diatas, Penulis tertarik untuk meneliti dan memaparkan mengenai pengertian Jihad menurut agama Islam. Oleh sebab itu, penulis menyusun karya tulis ilmiah ini dengan judul “TEROR DAN TERORISME BUKAN PENGERTIAN JIHAD MENURUT PANDANGAN DAN AJARAN ISLAM”

1.2. Peumusan masalah
         Berdasarkan uraian di atas, saya merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1.    Apa itu Islam
2.    Apa itu Teror dan Terorisme
3.    Apa itu Jihad
4.    Bagaimana Islam menanggapi tentang Terorisme dan Jihad

1.3. tujuan penulisan
         Penulisan karya tulis ini dilakukan untuk memenuhi tujuan-tujuan yang diharapkan dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi semua pihak yang membacanya. Secara terperinci tujuan dari hasil penulisan ini adalah sebagai berikut:
1.    Untuk mengetahui pengertian Islam
2.    Untuk menbetahui pengertian terror dan terorisme
3.    Untuk mengetahui pengertian Jihad
4.    Untuk mengetahui bagaimana Islam menanggapi Tentang Terorisme dan Jihad.


1.4. Kerangka pemikiran
         Islam selalu mengajak orang kepada perdamaian dan kerukunan. Islam tidak pernah mengizinkan seseorang untuk memerangi siapa pun yang tidak bersalah. Bahkan dalam konsep Islam, eksistensi sebuah agama diakui meski bukan untuk dibenarkan. Sehingga ide-ide untuk mengatakan bahwa semua agama adalah benar agar tidak terjadi bentrok sesama pemeluk agama, bukanlah ide yang bisa diterima dalam pandangan Islam. Karena konsep dasar Islam adalah mengakui eksistensi agama apapun serta menghormati para pemeluknya. Dan juga memberikan kebebasan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya. Tetapi tanpa harus mengobral aqidah dengan mengatakan bahwa semua agama itu sama atau semua agama itu benar.
        Sejarah telah membuktikan kepada kita bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang mampu menghimpun semua pemeluk agama dalam sebuah masyarakat yang rukun, toleran dan hidup berdampingan dengan damai. Semua itu selama para pemeluk agama itu tidak melancarkan serangan dan permusuhan dengan umat Islam.
Namun dalam kondisi dimana umat Islam diperangi, maka Islam pun mengenal peperangan melawan kebatilan dengan melakukan kontak senjata. Dengan catatan bahwa peperangan dalam Islam adalah satu-satunya jenis peperangan yang paling beradab yang ada di muka bumi. Kalau pun harus terjadi kontak senjata melawan orang kafir, maka harus jelas dulu perjanjian dan syarat-syarat yang diajukan.
Selain itu jauh sebelum perang diizinkan, harus ada dakwah kepada mereka terlebih dahulu, baik dengan lisan mapun tulisan. Sehingga tidak terjadi perang sebelum mereka tahu persis apa itu Islam dan tahu bahwa agam mereka itu salah. Kalau pun mereka mengangkat senjata, mereka lakukan bukan karena tidak tahu apa itu Islam, tapi karena gengsi dan takabbur saja, sementara dalam hati mereka tidak bisa menolak kebenaran Islam.

1.5. Metode penulisan
         Didalam sebuah penulisan dibutuhkan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menyelesaikan suatu masalah dan untuk mendapatkan informasi yang akurat. Oleh karena itu, penulis menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan cara mengumpulkan buku-buku serta literature-literatur yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dibahas, melengkapi sehingga sesuai dengan permasalahan yang penulis akan coba bahas.